Cerita ini berlatarkan tahun 1995-1998, dan terjadi di area Bintaro, Jakarta Selatan. Seingatku waktu itu diriku masih duduk di bangku kelas 4 atau 5 SD. Dan kebetulan baru saja selesai melakukan pindahan rumah dari Rengas Bintaro Sektor 2 ke daerah pinggiran Bintaro.
Sebelumnya, plis tolong lupakan bayangan kalian akan area pinggiran Bintaro saat ini yang sudah sangat padat dan jauh dari kesan horor. Dulu, di tahun 90-an area tersebut masih sangatlah sepi, seram, dan wingit, Sobbbbb. Beda banget lah dengan kondisi sekarang.
Sebagai pelengkap imajinasi kalian ya, jadi sila bayangkan area pinggiran Bintaro kala itu masih banyak sekali tanah kosong, tanaman alang-alang yang super tinggi (yang bahkan kalau Hanamichi Sakuragi masuk situ pasti kaga keliatan dah, wakwakwak), hingga jalan tol yang baru masuk tahap awal pembangunan. Bahkan dari rumah lamaku di Rengas Bintaro Sektor 2 yang kalau sekarang ke area pinggiran paling cuma 5-10 menit, kala itu kuharus menempuh jarak sampai setengah jam lamanya, Sob! (anjrot bener dah pokoknya)
Lanjot yah, jadi waktu itu orang tuaku baru saja membangun rumah, makanya kemudian diriku pindah. Tapi memang belum selesai 100% sih, masih ada sisa pekerjaan berupa finishing, dan detailing di beberapa bagian dari rumah tersebut.
Nah, rumah baruku yang setengah matang ini posisinya menghadap ke arah barat, dan kisaran 5 meter di depan rumah masih ada buanyak sekali kerumunan pohon bambu yang sangat lebat. Pasti udah pada kebayang kan, sosok apa saja yang biasa nongol dari pohon bambu? Hahahaha.
Nda cuma itu saja Sobbb, di depan rumah baruku ini juga ternyata banyak sekali ditinggali berbagai macam jenis pohon lain yang nggak kalah pamornya sebagai HQ (head quarter)-nya dedemittt. Sebut saja seperti Pohon Nangka, Mangga, Jambu, hingga pohon Melinjo yang gedenya naujubillahhhhh.
Yah, karena kondisi tersebutlah yang mengakibatkan nasib diriku ini semakin sengsara & merana, hahaha. Bayangkan saja, anak-anak sesusiaku yang seharusnya memiliki banyak teman dan siap mengarungi lautan imajinasi sambil bermain ke manapun diriku dan kawan-kawan mau. Harus menerima sebuah kenyataan di mana kuhanya bisa bermain bersama 2 adik perempuanku. Itu sih udah paling bersyukur dah. Bahkan terkadang ada yang lebih mengenaskan. Diriku harus bermain sendiri di halaman depan rumah tanpa seorang pun di sekelilingku! (kuyakin kalau saat ini pasti uda masuk yutub sambil dikira anak indigo dah, hahaha)
Oke, mulai masuk ke inti cerita. Saat itu tibalah diriku di penghujung hari Kamis, alias malam Jum’at! Nda tau kenapa, padahal biasanya ketika adzan magrib berkumandang diriku sudah mandi dan duduk manis di rumah. Tapi berbeda dengan hari itu yang di mana diriku masih asyik berkeliaran sambil bermain pasir di halaman depan rumah, sendirian! Dan sialnya lagi kenapa kedua orang tuaku nda menyuruhku masuk rumah ya? Kaga takut anaknya digondol Kolong Wewe kali, hadeuhhh.
Nahhh, usai adzan magrib berkumandang diriku yang masih asyik-asyiknya bermain pasir, tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran sesosok yang nggak aneh sih sebenarnya di tahun-tahun itu. Karena memang masih banyak sekali sosok-sosok seperti ini.
Jadi kala itu, kumelihat ada sesosok nenek-nenek yang sudah sangat renta. Mungkin usianya kisaran 90 tahunan ke atas. Jadi nenek ini memiliki tubuh yang sudah sangat kurus kering kerontang, dan mengenakan pakian atasan kebaya putih, dan bawahan jarik bermotif batik khas manusia zaman dulu.
Anehnya, ini nenek entah nggak tau nyasar dari portal dunia mana, kok tiba-tiba saja muncul dari arah sisi kiri rumahku yang notabene masih berupa ke-bon. Kemudian nenek ini berjalan melewatiku dengan santuy-nya seakan tanpa dosa. Ia berjalan menuju ke arah rerimbunan Pohon Nangka yang berada tepat di seberang kanan rumahku.
Awalnya kucuma kaget karena kemunculannya saja sih, Sob. Namun ketika nenek renta tersebut sudah semakin menjauh dariku, kisaran 10-15 meter ke arah Pohon Nangka, betapa terkejutnya diriku, bahwa ternyata nenek ini memiliki rambut yang panjangnya, ya Allah naujubillahhhhh!
Jadi rambut nenek itu terjuntai sepanjang 10-15 meter bahkan kuyakin lebih, dengan warna hitam bercampur dengan putih uban. Sambil terus berjalan dengan gontai dan suara rambut yang membuat bulu kudukku berdiri semua.
“Srek…. srek…. srek….”
Begitu terus suara yang dikeluarkan ketika nenek tersebut melangkah.
Masih dalam kondisi melongo dan mencoba mencari di manakah ujung rambut tersebut berakhir, dan ternyata shit aku bahkan sama sekali tidak bisa melihat ujungnya. Tiba-tiba nenek itu melakukan manuver yang sangat creepy dan membuat bulu kudukku yang sudah berdiri, semakin berdiri lagiii, yang bahkan kalau lalat kepleset di situ bisa mati tertusuk bulu kuduk kali tuh, wakakakak.
Balik ke scene nenek bermanuver. Jadi nenek yang awalnya berjalan gontai nan santuy itu tiba-tiba berhenti bergerak, dan menengok secara tiba-tiba ke arahku dengan gaya leher patah.
“Hkkkkkkk!!!” (lidahku tercekat dan tubuhku tak bisa digerakan, cokkkk)
Nenek itu tiba-tiba menyeringai dengan senyumanya yang sangat lebar dan creepy ke arahku.
Lalu tiba-tiba nenek itu jinjit dan berlari ke arah pohon nangka sambil masih menengok ke arahku dengan senyuman creepy jancoknya, dan tiba-tiba…
“Sluppppp….!!!”
Nenek itu tembus masuk ke dalam Pohon Nangkaaaaa cokkkkkkkkkk!!!!!!!!
“Hwaaaaaa!!!” (ingin kulangsung melarikan diri masuk ke dalam rumah namun apa daya tubuh ini tak bisa digerakkannnnn)
Sambil masih shock karena melihat pemandangan yang sangat tidak manusiawi ini. Tiba-tiba diriku yang mematung dalam posisi jongkok semi cepirit ini merasakan seperti semacam benda yang panjang nan lembut yang menyentuh tumit kaki kiriku.
Sambil masih bergidik ngeri, kucoba sekuat tenaga untuk menengok ke arah kiri bawah. Kusangat penasaran perihal apa gerangan yang menyentuh tumit mata kaki kiriku ini?
Dan ketika kuberhasil menengok ke arah bawah, kusangat menyesalll!!!
Ternyata, yang menyentuh dan melewati tumit mata kaki kiriku adalah ujung rambut nenek tadi yang memang seharusnya mengenai kakiku, karena diriku berada dalam garis edar rambut dari nenek tersebut cokkk!!!
“HIYYYYYYYYYYYYYY!!!!”
Akupun berteriak sekancang-kencangnya, dan ternyata penderitaan kampret ini belum berakhir! Belum lengkap sengal nafasku, tiba-tiba ada sesosok tangan yang mencengkeram hebat kedua bahu kanan-kiriku sembari menarikku ke arah belakang.
“Ya Allah apakah ini Kolong Wewe yang engkau utus untuk menggondol hambaaaaa!!!? Huhuhuhuhuhu.” (gumamku penuh keputusasaan)
Namun ternyata setelah tubuhku bisa bergerak dan kucoba mendongak ke atas, ternyata sosok itu adalah.
“IBUUUUUUUKKKKKKKKKK, HWAAAAAAAAA!!!!” (kumenangis sejadi-jadinya, bukan karena takut namun karena senang sudah ada ibu di pelukanku, huhuhuhu, ibuuuuukkkkkkkk)
--------------------
Cerita:
Robby Gustiantoro
Penyunting:
Hadiid Abdurrohman
1 Komentar
BLOW MOLDING– A technique of fabrication of thermoplastic materials during which a parison is forced into the form of the mildew cavity by internal air strain. BLUEING OFF — The checking of the accuracy of mildew cutoff surfaces by putting a thin coating of Prussian Blue on one-half and checking the blue transfer to the CNC machining other half. Transfer position – This is the gap on the injection molding machine controller that the screw travels in order to to} attain the part’s desired transfer position. This is the point where we switch from velocity control to strain control.
BalasHapus